News Tideng Pale –Marriage is scary ungkapan ini semakin sering terdengar dalam berbagai diskusi, baik di media sosial maupun dalam obrolan sehari-hari. Ketakutan terhadap pernikahan bukan lagi hal yang asing, terutama di kalangan generasi muda yang mulai mempertanyakan makna dan konsekuensi dari ikatan tersebut. Di Kabupaten Tana Tidung.

Kalimantan Utara, fenomena ini turut menjadi perhatian, di mana semakin banyak individu yang memilih untuk menunda pernikahan hingga waktu yang tidak pasti. Alasan yang melatarbelakangi ketakutan ini pun beragam, mulai dari kekhawatiran akan tanggung jawab finansial, konflik rumah tangga, hingga ketidakpastian masa depan bersama pasangan. Pandangan ini menunjukkan perlunya pendekatan yang lebih bijak dan edukatif dalam memahami serta mempersiapkan diri menuju pernikahan.
Banyak warga di wilayah ini yang berbicara tentang ketakutan akan pernikahan, dengan berbagai alasan pribadi dan sosial yang mereka hadapi. Sarah, seorang warga Desa Tideng Pale, Kecamatan Tana Tidung, mengungkapkan bahwa salah satu hal yang membuat orang takut menikah adalah ketidakpastian mengenai hubungan dengan mertua. Banyak cerita tentang konflik antara menantu dan mertua yang sering beredar di media sosial, yang menambah kekhawatiran akan pernikahan.
Pernikahan Tak Menakutkan, Begini Pandangan Warga Tana Tidung tentang “Marriage is Scary”
Baca Juga : Pandangan “Marriage is Scary”, Masyarakat Tana Tidung Kaltara Berbagi Pendapat
“Yang bikin orang takut nikah itu kebanyakan karena takut dapat mertua yang jahat, belum lagi kalau pasangan lebih bela orang tuanya dari pada kita, kayak yang biasa kita lihat di media sosial,” kata Sarah.
Sarah menambahkan bahwa persiapan mental dan finansial sangat penting sebelum melangkah ke pernikahan. Menurutnya, jika seseorang belum siap secara finansial atau mental, lebih baik menunda pernikahan.
“Kalau belum siap untuk menikah, sebaiknya jangan dulu menikah karena kita harus siap secara mental dan keuangan dulu, karena pasti beda kebutuhan sebelum dan setelah menikah,” jelasnya.
Laila, seorang warga lainnya, memiliki pandangan berbeda tentang pernikahan. Ia percaya bahwa tidak ada istilah “marriage is scary” jika kita bertemu dengan pasangan yang tepat. Pengalamannya melihat pasangan suami istri yang bahagia di tempat kerjanya memberikan pemahaman bahwa pernikahan bisa berjalan dengan lancar jika keduanya memiliki tujuan yang sama.
“Di tempat saya kerja itu ada dua pasangan suami istri, mereka punya kebahagiaan dan target masing-masing. Melihat ini saya jadi sadar, ‘oh, marriage is scary itu tidak benar kalau kita menemukan pasangan yang tepat’,” ujar Laila.
Meskipun begitu, Laila juga mengakui bahwa pernikahan tidak selalu mulus. Setelah melihat banyak pasangan yang mengungkapkan masalah yang mereka hadapi, seperti perselingkuhan dan kejenuhan, ia merasa pernikahan tetaplah tantangan besar.
“Menikah itu memang momok yang menakutkan, karena manusia merasakan kebosanan dengan pasangan dan tidak bisa menjaga diri dari perselingkuhan,” ungkapnya.
Laila juga menyoroti masalah patriarki yang seringkali membuat pekerjaan rumah dianggap hanya tanggung jawab perempuan, serta tantangan dalam beradaptasi dengan keluarga pasangan.
Pernikahan: Tantangan dan Komitmen
Meskipun pandangan “marriage is scary” masih banyak dijumpai di berbagai kalangan. Baik di media sosial maupun di kehidupan sehari-hari, tidak dapat dipungkiri bahwa pernikahan adalah suatu komitmen besar. Beberapa orang merasa perlu untuk mempersiapkan diri dengan matang, baik secara mental, emosional, maupun finansial, sebelum memasuki fase pernikahan.
Namun, bagi sebagian orang, menikah juga dianggap sebagai ibadah dan jalan menuju kebahagiaan yang abadi. Asalkan bersama pasangan yang tepat dan memiliki tujuan yang sama. Seiring berkembangnya pandangan ini. Masyarakat semakin sadar bahwa persiapan matang dan komunikasi yang baik dengan pasangan adalah kunci untuk menjalani pernikahan yang harmonis.